Wednesday, November 16, 2011

Kesederhanaan Kehidupan

Pagi ini ada dua tulisan yang saya baca bertemakan kesederhanaan. Tulisan pertama saya baca dari Surat kabar KOMPAS terbitan hari ini yang bertajuk: Hidup Sederhana, Watak Kepahlawanan. Budayawan Radhar Panca Dahana, seusai diskusi tentang kepahlawanan di Jakarta menyatakan bahwa pemimpin berjiwa pahlawan harus hidup setara dengan kebanyakan rakyat. "Jangan berusaha memaksakan hidup mewah meniru elite bisnis yang sebetulnya di luar kemampuannya sehingga terjadi korupsi yang merajalela," ujar Radhar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa akibat perilaku hidup mewah, rakyat tidak percaya kepada elite dan politikus Indonesia.

Tulisan kedua saya baca dari Majalah TEMPO edisi terbaru yang mengupas tentang Indonesianis – julukan bagi para peneliti asing tentang Indonesia. Salah satu Indonesianis terkemuka dan banyak dikenal oleh kalangan ilmuwan di Indonesia adalah Herberth Feith dari Australia. Indonesianis yang satu ini hidupnya sangat sederhana. Dia pernah tinggal lama di Yogyakarta. Bagi para sahabatnya dia adalah orang yang sederhana dan bergaul dengan siapa saja.

Di Yogyakarta, Herbert identik dengan sepeda ontel tua. Dengan mengenakan batik lusuh dia mengayuh sepedanya kemana saja: menghadiri seminar, mengunjungi kenalan, atau berbelanja pisang. Arloji yang dikenakannya pun adalah sebuah arloji tua dengan tali arloji yang telah mengelupas hampir jadi dua bagian, sudah sangat kumal dan banyak tambalannya.

Kesederhanaan hidup Herbert Feith tidak membuat dia jatuh merk. Para kolega dan ilmuwan di Indonesia sangat menghormatinya. Bukunya banyak dijadikan referensi tulisan untuk kajian tentang Indonesia.

Membaca kedua tulisan yang bertemakan kesederhanaan ini, bathin saya berbisik: seandainya kita bercermin dan meneladani sikap hidup tokoh-tokoh yang sederhana, barangkali negeri ini akan lebih baik.

Sesungguhnya untuk bertahan hidup, manusia hanya butuh sedikit saja dari harta yang mereka usahakan. Selebihnya harta yang mereka usahakan itu untuk gaya hidup atau hidup gaya. Pangkat dan harta tak selamanya berbanding lurus dengan kualitas hidup. Bahkan seringkali manusia tertipu oleh kilasan-kilasan penampilan. Banyak manusia yang terlena oleh bayang-bayang semu kemegahan. Lalu menyebut hidup mereka telah pada puncaknya.

Sumber : tulisan dari salah satu rekan di kementerian indonesia

No comments:

Post a Comment

Subscribe Now: google

Add to Google Reader or Homepage